بسمالله رحمن رحيم
Metode seperti ini dapat dilihat pada segolongan orang yang menyucikan diri (menjauh dari dunia) dan
lebih mementingkan ibadahnya dari pada urusan duniawi sehingga banyak dari mereka
yang tergolong hidup dalam kemiskinan, sebagai contoh misalnya sahabat nabi yang terkemuka Abu
Dzar Al-Ghifari (Persia). Kelompok Abu Dzar Al-Ghifari dikenal sebagai kelompok
Ahlu As-Shuffah (ahli sufi) yang
mendapat tempat dan tumbuh subur di masa kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib.
Dengan bumbu bumbu politik dan fanatisme kedaerahan maka munculah kelompok para pengikut
Ali (Syi’atu Ali) yang selanjutnya
dikenal dengan aliran Syiah. Aliran ini tumbuh subur di Persia (Iran) hingga
saat ini dan membedakan dengan aliran Sunni (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah) yang dianut oleh sebagian besar umat islam
lainnya.
Nah para
pedagang dan ulama Persia yang bersekte syiah ini memiliki peran dan andil dalam
pengenalan agama islam serta memberi pengaruh besar terhadap kebudayaan
masyarakat jawa. Hal ini terlihat dari adanya tradisi “pantangan” untuk
melaksanakan hajatan pada bulan suro (bulan Muharram) dengan alasan “ora ilok” (tidak pantas). Tradisi ini bila
dirunut sejarahnya merujuk pada tradisi kaum syiah yang menjadikan bulan suro
sebagai bulan duka cita karena pada bulan tersebut Sayyid Husain (putra Ali bin
Abi Thalib sekaligus cucu Rasulullah
SAW) dibantai oleh kaum Muawwiyah yang merupakan seteru dari klan rasulullah
SAW dan Ali bin Abi Thalib.
Di sisi lain anggota
wali songo yang paling senior dalam
penyebaran agama islam di tanah jawa yakni Sunan Maulana Malik Ibrahim, disamping
itu sunan yang berasal dari Persia ini juga dikenal sebagai “bapaknya para wali” hal ini dikarenakan beliau mempunyai
kekerabatan dengan Sunan Bonang dan sunan Drajat yang merupakan putra beliau, Sunan Giri dan Sunan
Kalijaga serta Raden Fatah dan Sunan Ngudung yang merupakan menantu beliau, Sunan Muria dan Sunan Kudus yang merupakan cucu beliau serta sunan Gunung jati yg merupakan murid beliau. Sunan Ampel merupakan putra dari Syekh
Ibrahim As-Samarkandi yang berasal dari Samarkand
(Uzbekistan), sebuah negri diutara Persia yang memiliki aroma persia lebih kuat
ketimbang arab.
Para
wali penyebar islam di tanah Jawa ini lebih kental dengan nuansa sufinya sehingga
memudahkan mereka untuk menyatu dan beradaptasi dengan masyarakat sekitar sehingga lebih mudah diterima sebagai bagian dari
masyarakat Jawa. Dari segi dakwah memang hampir tak terlihat aroma Persia atau
Syiah, hal ini karena para wali tersebut memang bukan produk dari Syiah atau
Persia. Satu-satunya wali yang ditentang karena mengadopsi pemikiran sufi
Persia adalah Syeh Siti Jenar bersama dengan Ki Ageng Pengging yang sempat menghebohkan jagad
ke-wali-an di tanah Jawa. Syekh Siti Jenar terkenal dengan paham Manunggaling Kawulo Gusti yang diadopsi
dari paham Hulul milik seorang sufi Persia yang bernama Husain
Manshur Al-Hallaj. Sedangkan ajaran tasawuf dari wali songo lebih mengedepankan
nilai nilai normatif dan ajaran fikih (hukum islam) dengan “agak”
menyembunyikan ajaran hakikat (karena pemahaman hakikat ini tidak bisa
diajarkan kepada sembarang orang), sementara Syekh Siti Jenar secara “vulgar”
mengupas ajaran tentang kesatuan hamba dengan Tuhan. Demi alasan dakwah
tersebut maka Syekh Siti Jenar harus menerima hukuman mati sebagaimana yang
dialami oleh Al-Hallaj.
Dalam
perkembangan selanjutnya setelah runtuhnya kerajaan demak pengaruh kekuasaan di tanah jawa
berada di tangan Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir) di Pajang. Beliau merupakan murid dari Sunan Kalijaga. Sultan Adiwijaya adalah
penganut paham Manunggaling Kawulo Gusti putra dari Ki Ageng Pengging yang merupakan sahabat sekaligus murid Syekh Siti
Jenar. Secara praktis Islam yang berkembang pun beraroma pantheisme (kesatuan hamba-Tuhan) yang terus terwariskan kepada
raja raja Mataram dan Surakarta.
Nah demikian bahasan singkat saya mengenai tasawuf jawa, untuk pemahaman sederhananya mengenai ilmu tasawuf jawa ini dapat disimak dalam tulisan saya selanjutnya dalam kisah Dewa Ruci. Semoga dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar